Juni 2008
Kehadiran public relations (PR) bagi suatu instansi atau organisasi dirasa penting dan menjadi sebuah keharusan. PR dituntut untuk menjembatani komunikasi antara manajemen dengan karyawan, juga perusahaan dengan pihak luar. Caranya?
Keberadaan PR di suatu perusahaan tidak boleh dipandang remeh. Seperti kita ketahui, tugas PR salah satunya adalah menjaga hubungan harmonis antara karyawan dengan perusahaan, dan perusahaan dengan pihak luar. Misalnya, menciptakan komunikasi yang efektif, keserasian hubungan antara pimpinan dan bawahan, baik secara horizontal maupun vertikal, sehingga dapat memperkuat kerja sama tim. Di sisi lain, PR juga diharapkan dapat membentuk citra yang positif tentang perusahaan.
Di antara banyak perusahaan, PT Unilever Indonesia Tbk. layak dijadikan contoh. Kenapa? Di perusahaan ini PR telah berperan sebagai partner bagi manajemen dan karyawan. Maria Dewantini Dwianto, Head of Corporate Communication PT Unilever Indonesia Tbk. menjelaskan, fungsi PR di Unilever berada di Direktorat Corporate Relation (CR). Setidaknya ada tiga tugas utama yang diemban departemennya, yakni protecting, preempting dan promoting.
“Semua tugas CR nggak jauh-jauh dari reputasi perusahaan. Dia (Corporate Relation) bertugas mem-protect reputasi dan mem-preempt seandainya ada isu. Kami sudah siap dan mempromosikan yang positif mengenai perusahaan,” ujarnya kepada HC saat ditemui seusai konferensi pers di Hotel Shangri La, Jakarta, akhir bulan lalu. Wanita yang akrab disapa Mia ini menambahkan, di masing-masing fungsi CR ada bagian lain yang berperan memastikan bahwa fungsi ini berjalan dengan baik.
Sekadar gambaran, CR di Unilever terdiri atas dua departemen, yakni Corporate Communications dan Yayasan Unilever Peduli. Yang disebut terakhir ini bergerak dalam menangani soal Corporate Social Responsibility (CSR). Sementara Corporate Communications yang dinahkodai Mia memiliki tiga divisi, yaitu divisi internal communications, external communications dan public affair atau Government Relation. Jumlah karyawan di Departemen Corporate Communication sekitar 13 orang.
Saat ini tugas Mia di antaranya adalah membawahi berbagai isu manajemen. Menurut Mia, ini termasuk dalam fungsi protect. Tugasnya adalah melindungi perusahaan dari segala macam isu atau permasalahan yang muncul, baik dari internal maupun eksternal perusahaan. “Kalau di external communication ada yang namanya preempt. Yaitu mengantisipasi isu-isu yang saat ini belum ada, tapi kemungkinan muncul di kemudian hari. Bisa dibilang, kami menjadi mata dan telinga perusahaan,” ujarnya menjelaskan.
Sementara itu, peran internal communication tidak kalah penting. “Kami merasa bahwa semua karyawan Unilever adalah ambassador bagi perusahaan,” tuturnya. Karena itu, Corporate Communication harus bisa mengomunikasikan dengan baik mengenai kondisi perusahaan kepada karyawan, agar mereka merasa nyaman bekerja di Unilever. “Mereka (karyawan) bisa menjadi duta kami untuk bersuara di luar,” katanya. Internal communication juga harus melakukan upaya untuk dapat memecahkan permasalahan dalam lingkungan interen perusahaan, seperti memelihara hubungan baik antara pimpinan dengan bawahan serta mengadakan komunikasi teratur dan tepat guna dalam perusahaan secara vertikal dan horizontal.
Peran Corporate Communication di Unilever sebagai jembatan komunikasi antara manajemen dengan karyawan, bisa dilihat, misalnya, saat menyosialisasikan penerapan Code of Business Principle (COBP) kepada karyawan. COBP ini merupakan program yang dikeluarkan oleh perusahaan mengenai prinsip kode etik berbisnis yang harus ditaati oleh semua karyawan.
Dalam hal ini, Corporate Communication harus bisa memastikan bahwa COBP ini tidak hanya perlu diketahui karyawan, tapi mereka pun harus memahami isinya. “Saya dengan bagian internal communication akan cari akal bagaimana caranya menyosialisasikan COBP. Kami cari segala macam cara, bisa melalui booklet, bikin acara atau aktivitas tertentu yang berkaitan dengan COBP. Jadi, caranya bisa macam-macam,” papar Mia.
Sejauh ini, komunikasi internal yang ia nilai efektif selain memberi booklet, juga mengirim informasi melalui email secara rutin. “Kalau ke karyawan harus sering diingatkan. Kami juga memberi reminder, bahwa ini ada peraturan yang harus ditaati,” ungkapnya. Di samping itu, lanjutnya, bisa juga dibuat semacam kegiatan. Misalnya, COBP sempat dijalankan bersamaan dengan acara 17 Agustusan. “Saat itu kami bikin di lobby kantor. Kami buat pohon-pohonan, kemudian karyawan diminta menulis di secarik kertas suatu sikap yang menurut karyawan mendukung COBP atau malah melanggar COBP,” ujarnya.
Langkah tersebut, menurut lulusan Sastra Inggris UI, ini merupakan salah satu faktor pendorong employee engagement (keterikatan karyawan) di perusahaan. Dengan demikian, peran Corporate Communication tidak hanya sekadar satu arah dalam berkomunikasi dengan karyawan. Lebih dari itu, Corporate Communication dapat memberikan keterikatan kepada karyawan untuk ikut serta dalam program perusahaan. “Supaya mereka juga tahu bahwa ini adalah masalah kita semua yang harus kita handle bersama,” tuturnya.
Saat ditanya mengenai kendala yang dihadapi di komunikasi internal, Mia menjelaskan, selama ini tantangannya lebih kepada soal pengetahuan dan lokasi. Jelas ada perbedaan dalam cara berkomunikasi antara jajaran direktur dengan buruh di pabrik. Ini lantaran level of knowledge-nya berbeda. Sedangkan dari segi lokasi, Unilever memiliki pabrik yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Dalam hal jarak, cara mengatasinya adalah dengan memanfaatkan teknologi. “Kami coba atasi dengan video conference. Misalnya, kami bikin suatu pertemuan yang diadakan di head office, tapi bisa diikuti oleh teman-teman di area lain. Nah, dengan memanfaatkan teknologi masalah jarak bisa teratasi,” ungkapnya.
Diakui Mia, masing-masing divisi Corporate Communication saat ini memiliki pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Di antaranya, memastikan efektivitas dari komunikasi internal. Selama ini banyak channel yang dilakukan Unilever dalam komunikasi interen, misalnya melalui news letter, intranet, portal, flyer, poster dan email. “Jadi, kita harus menemukan cara untuk melihat mana yang paling efektif. Zaman terus berubah. Suatu cara yang dulu dianggap efektif, sekarang bisa saja dipandang tidak efektif lagi. Jadi, harus selalu ada cara baru,” Mia menerangkan.
Kehadiran public relations (PR) bagi suatu instansi atau organisasi dirasa penting dan menjadi sebuah keharusan. PR dituntut untuk menjembatani komunikasi antara manajemen dengan karyawan, juga perusahaan dengan pihak luar. Caranya?
Keberadaan PR di suatu perusahaan tidak boleh dipandang remeh. Seperti kita ketahui, tugas PR salah satunya adalah menjaga hubungan harmonis antara karyawan dengan perusahaan, dan perusahaan dengan pihak luar. Misalnya, menciptakan komunikasi yang efektif, keserasian hubungan antara pimpinan dan bawahan, baik secara horizontal maupun vertikal, sehingga dapat memperkuat kerja sama tim. Di sisi lain, PR juga diharapkan dapat membentuk citra yang positif tentang perusahaan.
Di antara banyak perusahaan, PT Unilever Indonesia Tbk. layak dijadikan contoh. Kenapa? Di perusahaan ini PR telah berperan sebagai partner bagi manajemen dan karyawan. Maria Dewantini Dwianto, Head of Corporate Communication PT Unilever Indonesia Tbk. menjelaskan, fungsi PR di Unilever berada di Direktorat Corporate Relation (CR). Setidaknya ada tiga tugas utama yang diemban departemennya, yakni protecting, preempting dan promoting.
“Semua tugas CR nggak jauh-jauh dari reputasi perusahaan. Dia (Corporate Relation) bertugas mem-protect reputasi dan mem-preempt seandainya ada isu. Kami sudah siap dan mempromosikan yang positif mengenai perusahaan,” ujarnya kepada HC saat ditemui seusai konferensi pers di Hotel Shangri La, Jakarta, akhir bulan lalu. Wanita yang akrab disapa Mia ini menambahkan, di masing-masing fungsi CR ada bagian lain yang berperan memastikan bahwa fungsi ini berjalan dengan baik.
Sekadar gambaran, CR di Unilever terdiri atas dua departemen, yakni Corporate Communications dan Yayasan Unilever Peduli. Yang disebut terakhir ini bergerak dalam menangani soal Corporate Social Responsibility (CSR). Sementara Corporate Communications yang dinahkodai Mia memiliki tiga divisi, yaitu divisi internal communications, external communications dan public affair atau Government Relation. Jumlah karyawan di Departemen Corporate Communication sekitar 13 orang.
Saat ini tugas Mia di antaranya adalah membawahi berbagai isu manajemen. Menurut Mia, ini termasuk dalam fungsi protect. Tugasnya adalah melindungi perusahaan dari segala macam isu atau permasalahan yang muncul, baik dari internal maupun eksternal perusahaan. “Kalau di external communication ada yang namanya preempt. Yaitu mengantisipasi isu-isu yang saat ini belum ada, tapi kemungkinan muncul di kemudian hari. Bisa dibilang, kami menjadi mata dan telinga perusahaan,” ujarnya menjelaskan.
Sementara itu, peran internal communication tidak kalah penting. “Kami merasa bahwa semua karyawan Unilever adalah ambassador bagi perusahaan,” tuturnya. Karena itu, Corporate Communication harus bisa mengomunikasikan dengan baik mengenai kondisi perusahaan kepada karyawan, agar mereka merasa nyaman bekerja di Unilever. “Mereka (karyawan) bisa menjadi duta kami untuk bersuara di luar,” katanya. Internal communication juga harus melakukan upaya untuk dapat memecahkan permasalahan dalam lingkungan interen perusahaan, seperti memelihara hubungan baik antara pimpinan dengan bawahan serta mengadakan komunikasi teratur dan tepat guna dalam perusahaan secara vertikal dan horizontal.
Peran Corporate Communication di Unilever sebagai jembatan komunikasi antara manajemen dengan karyawan, bisa dilihat, misalnya, saat menyosialisasikan penerapan Code of Business Principle (COBP) kepada karyawan. COBP ini merupakan program yang dikeluarkan oleh perusahaan mengenai prinsip kode etik berbisnis yang harus ditaati oleh semua karyawan.
Dalam hal ini, Corporate Communication harus bisa memastikan bahwa COBP ini tidak hanya perlu diketahui karyawan, tapi mereka pun harus memahami isinya. “Saya dengan bagian internal communication akan cari akal bagaimana caranya menyosialisasikan COBP. Kami cari segala macam cara, bisa melalui booklet, bikin acara atau aktivitas tertentu yang berkaitan dengan COBP. Jadi, caranya bisa macam-macam,” papar Mia.
Sejauh ini, komunikasi internal yang ia nilai efektif selain memberi booklet, juga mengirim informasi melalui email secara rutin. “Kalau ke karyawan harus sering diingatkan. Kami juga memberi reminder, bahwa ini ada peraturan yang harus ditaati,” ungkapnya. Di samping itu, lanjutnya, bisa juga dibuat semacam kegiatan. Misalnya, COBP sempat dijalankan bersamaan dengan acara 17 Agustusan. “Saat itu kami bikin di lobby kantor. Kami buat pohon-pohonan, kemudian karyawan diminta menulis di secarik kertas suatu sikap yang menurut karyawan mendukung COBP atau malah melanggar COBP,” ujarnya.
Langkah tersebut, menurut lulusan Sastra Inggris UI, ini merupakan salah satu faktor pendorong employee engagement (keterikatan karyawan) di perusahaan. Dengan demikian, peran Corporate Communication tidak hanya sekadar satu arah dalam berkomunikasi dengan karyawan. Lebih dari itu, Corporate Communication dapat memberikan keterikatan kepada karyawan untuk ikut serta dalam program perusahaan. “Supaya mereka juga tahu bahwa ini adalah masalah kita semua yang harus kita handle bersama,” tuturnya.
Saat ditanya mengenai kendala yang dihadapi di komunikasi internal, Mia menjelaskan, selama ini tantangannya lebih kepada soal pengetahuan dan lokasi. Jelas ada perbedaan dalam cara berkomunikasi antara jajaran direktur dengan buruh di pabrik. Ini lantaran level of knowledge-nya berbeda. Sedangkan dari segi lokasi, Unilever memiliki pabrik yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Dalam hal jarak, cara mengatasinya adalah dengan memanfaatkan teknologi. “Kami coba atasi dengan video conference. Misalnya, kami bikin suatu pertemuan yang diadakan di head office, tapi bisa diikuti oleh teman-teman di area lain. Nah, dengan memanfaatkan teknologi masalah jarak bisa teratasi,” ungkapnya.
Diakui Mia, masing-masing divisi Corporate Communication saat ini memiliki pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Di antaranya, memastikan efektivitas dari komunikasi internal. Selama ini banyak channel yang dilakukan Unilever dalam komunikasi interen, misalnya melalui news letter, intranet, portal, flyer, poster dan email. “Jadi, kita harus menemukan cara untuk melihat mana yang paling efektif. Zaman terus berubah. Suatu cara yang dulu dianggap efektif, sekarang bisa saja dipandang tidak efektif lagi. Jadi, harus selalu ada cara baru,” Mia menerangkan.